Selamat malam, wahai bulan yang bulat sempurna di langit Jakarta.
Sudah lama aku tak bercerita. Mungkin semenjak sudah tak ada lagi akses naik genteng. Tawa dan tangis yang sering kali kau saksikan. Kopi dan sarung kumuh yang setia menjagaku dari sengatan nyamuk seraya menemani perbincangan kita, dulu..
Bulan, meskipun aku tak melihatmu dari atas genteng, meskipun tak ada kopi dan sarung yang menemani, izinkanlah aku bercerita...
Bulan, aku pernah bertemu dengan seseorang. Dia manis, dan terkesan pemalu.
Rasanya jelas sekali diingatanku, dia yang mengenakan kaos putih saat itu tersenyum melihatku yang baru saja memasuki caffee tempat kami berjanji bertemu. Coklat panas menemani kami hingga tak lagi panas. Entah dia sadar atau tidak, tapi salah tingkahku dibuatnya. Satu jam pertemuan kami berlalu terlalu cepat. Bisa dibilang, itulah pertemuan pertama dan satu-satunya.
Bulan, aku pernah bertemu dengan seseorang. Dia ramah, dan menyenangkan.
Senyumku tak hentinya terkembang tiap kali aku mengingat cara kami beradu pandang. Pertemuan singkat yang sulit terlupa. Pertemuan yang setelahnya membuatku bersahabat dengan telpon genggam. Kami tak hentinya bertukar kata, saling memberi semangat, dan melontarkan canda. Rasanya ingin terus ku miliki momen-momen penuh tawa bersamanya.
Bulan, aku pernah bertemu dengan seseorang. Dan ini adalah salahku. Karena aku sadar, memang tak seharusnya kami bertemu. Dan salahku yang tak kuasa berhenti.
Bulan, aku pernah bertemu dengan seseorang. Dan aku tak inginkan kami bersatu. Namun, akupun tak ingin berpisah. Biarkanlah kami berbincang lebih lama.
Bulan, aku pernah bertemu dengan seseorang. Bolehkah aku bertemu dengannya lagi?
N.B: Ini cuma cerita manis yang sedikit di hiperbola oleh penulis. Kamu, iya kamu.. Boleh kok tersenyum abis baca ini :p